Mahasiswa kampus elite Eropa lakukan Demo Pro-Palestina
NEWSLIVE – Di tengah gelombang solidaritas global, mahasiswa di Prancis telah menambah suara mereka ke chorus internasional yang mendukung Palestina. Mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Amerika Serikat, mahasiswa di Paris telah mengambil langkah berani dengan memblokir akses ke Institut Studi Politik Paris, yang dikenal sebagai Sciences Po, sebuah institusi pendidikan bergengsi yang telah melahirkan banyak pemimpin Prancis termasuk Presiden Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Gabriel Attal.
Pada Jumat, 26 April, para aktivis ini menduduki gedung pusat kampus, menghalangi pintu masuk dengan tong sampah, kayu, dan sepeda, sambil meneriakkan slogan-slogan pro-Palestina dan mengibarkan bendera serta plakat. Demonstrasi tersebut memicu ketegangan antara pendukung Palestina dan Israel, memaksa polisi antihuru-hara untuk turun tangan dan memisahkan kedua kelompok.
Meskipun jumlah mereka berkurang saat malam tiba, sekelompok pengunjuk rasa pro-Palestina tetap bertahan, menolak perintah polisi untuk membuka jalan dan menghadapi risiko penangkapan. Namun, mereka akhirnya keluar dari gedung, membawa bendera Palestina berukuran besar, disambut sorak-sorai oleh pendukung di luar.
Demonstrasi ini merupakan bagian dari gerakan yang lebih luas yang menuntut agar Sciences Po memutuskan hubungan dengan institusi Israel. Dalam responsnya, administrator Sciences Po, Jean Bassères, berjanji untuk mengadakan pertemuan dan menangguhkan beberapa proses disipliner terhadap mahasiswa, dengan syarat mereka tidak lagi mengganggu kegiatan akademik.
Perang Gaza telah memicu perpecahan di Prancis, negara dengan populasi Islam dan Yahudi terbesar di Eropa Barat. Pemerintah Prancis sempat mencoba melarang demonstrasi pro-Palestina, namun serangan mendadak Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober telah memicu perang dan meningkatnya sikap antisemitisme.
Lebih dari 100 pengunjuk rasa pro-Palestina juga menduduki amfiteater Sciences Po pada Rabu malam. Sebagian besar setuju untuk keluar setelah negosiasi dengan manajemen, tetapi sekelompok kecil tetap bertahan dan kemudian dipindahkan oleh polisi.
Sebagai tanggapan, administrasi universitas menutup semua gedung dan memindahkan kelas ke online pada hari Jumat, mengutuk keras tindakan yang mengganggu operasional kampus. Louise, seorang pengunjuk rasa, menyatakan bahwa aksi mereka terinspirasi oleh demonstrasi serupa di Universitas Columbia dan kampus-kampus AS lainnya, namun menekankan bahwa solidaritas mereka terutama ditujukan untuk rakyat Palestina.
Demonstrasi ini adalah salah satu dari banyak aksi yang telah mengguncang kampus-kampus elit di AS, di mana ratusan mahasiswa dan beberapa profesor telah ditangkap karena partisipasi mereka dalam protes. Gerakan ini menunjukkan semangat solidaritas yang kuat dan tekad untuk mendukung Palestina di tengah konflik yang berkepanjangan dengan Israel.