Netwriter can get reward Join NowDaftar / Login Netwriter
February 24, 2025
NEWSLIVE

Polemik Penamaan Aplikasi Publik: Refleksi Etika dan Moral Pemda

Wijaya
  • Juli 14, 2024
  • 2 min read
Polemik Penamaan Aplikasi Publik: Refleksi Etika dan Moral Pemda

NEWSLIVE – Polemik terkait penamaan sejumlah aplikasi pelayanan publik di beberapa daerah telah mencuat dan menjadi perbincangan hangat. Nama-nama aplikasi yang terkesan vulgar dianggap mencerminkan masalah etika dan moral di kalangan pemerintah daerah (pemda) yang bersangkutan. Alfons Tanujaya, seorang pakar siber dari Vaksin.com, mengungkapkan pandangannya terkait hal ini.

“Penamaan aplikasi yang kontroversial ini menunjukkan level pendidikan dan cara berpikir para pengambil keputusan di pemda yang menentukan nama-nama tersebut,” ujar Alfons saat dihubungi oleh Kompas.com pada Jumat (12/7/2024). Ia menambahkan bahwa isu ini bukanlah masalah teknologi informasi (IT) semata, melainkan lebih kepada masalah pendidikan, etika, dan moral dari pihak pemda yang bersangkutan.

Menurut Alfons, penamaan aplikasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembuat dan pemesan aplikasi tersebut. Oleh karena itu, pemda seharusnya mempertimbangkan aspek etika dan moral dalam menamai aplikasi-aplikasi yang ditujukan untuk pelayanan publik. Aplikasi-aplikasi ini digunakan oleh masyarakat yang beragam, baik dari segi usia, latar belakang, maupun budaya.

Beberapa contoh aplikasi dengan penamaan kontroversial telah beredar luas di media sosial dan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Misalnya, aplikasi buatan Pemerintah Kota Surakarta yang dinamai “Simontok” (Sistem Monitoring Stok dan Kebutuhan Pangan). Ada pula “Sisemok” (Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan) dari Pemerintah Kabupaten Pemalang, serta “Sipepek” (Sistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan Kesehatan) dari Pemerintah Kabupaten Cirebon.

Baca Juga: Langkah Pemerintah Pulihkan Pusat Data Nasional yang Terkena Ransomware

Tak hanya aplikasi, beberapa program pemerintah daerah juga memiliki nama yang dianggap problematik dan patriarkis. Contohnya adalah “Mas Dedi Memang Jantan” (Program Masyarakat Berdedikasi Memperhatikan Angkatan Kerja Rentan) dari Pemerintah Kota Tegal.

Baca Juga:  Ratusan Keluarga Tentara Israel Desak Netanyahu Pulangkan Prajurit dari Gaza

Nama-nama aplikasi dan program tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai standar etika dan moral yang dipegang oleh para pengambil keputusan di pemda. Penamaan yang tidak tepat dapat merusak citra pemda dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik yang disediakan.

Alfons menegaskan pentingnya pemda untuk lebih berhati-hati dalam menamai aplikasi dan program mereka. “Pemda harus mempertimbangkan dampak sosial dan budaya dari nama-nama yang mereka pilih, karena aplikasi ini adalah bagian dari layanan publik yang harusnya mencerminkan profesionalisme dan keseriusan pemerintah dalam melayani masyarakat,” tutupnya.

Dengan adanya polemik ini, diharapkan pemda dapat lebih bijak dalam menamai aplikasi dan program mereka di masa mendatang, sehingga tidak menimbulkan kontroversi dan dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *