Hak Angket: Solusi atau Ancaman dalam Perselisihan Pemilu?

NEWSLIVE– Yusril Ihza Mahendra, seorang anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) untuk pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka serta seorang ahli hukum tata negara, telah menyuarakan kekhawatiran yang mendalam mengenai kemungkinan penggunaan hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia dalam menangani dugaan kecurangan dalam Pemilihan Presiden 2024. Menurutnya, langkah ini berpotensi memunculkan konsekuensi yang tidak diinginkan dan bahkan dapat membawa negara ke dalam situasi yang lebih kompleks.
Yusril menekankan bahwa dalam kasus perselisihan pemilihan umum, terutama dalam pemilihan presiden, penyelesaian yang tepat harus dilakukan melalui jalur hukum yang sesuai dengan konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi (MK). Argumennya didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24C dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, yang secara tegas memberikan wewenang kepada MK untuk menangani perselisihan hasil pemilihan umum, termasuk pemilihan presiden, pada tingkat pertama dan terakhir. Yusril menegaskan bahwa pendekatan ini adalah yang paling efektif dan efisien dalam menyelesaikan perselisihan semacam itu, karena putusan MK memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan bersifat final.
Lebih lanjut, Yusril menyatakan bahwa menggunakan hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilihan umum, khususnya pemilihan presiden, tidak sesuai dengan semangat konstitusi. Menurutnya, konstitusi telah mengatur dengan jelas prosedur penyelesaian perselisihan pemilihan umum melalui MK, sehingga penggunaan hak angket oleh DPR akan menciptakan ketidakpastian hukum dan politik yang tidak diinginkan. Dia menyoroti bahwa penggunaan hak angket dapat memperpanjang proses perselisihan tanpa memberikan kejelasan mengenai waktu penyelesaiannya, yang berpotensi mengganggu stabilitas politik dan sosial negara.
Dalam konteks ini, Yusril juga menyentuh isu wacana pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo yang saat itu tengah berkembang. Dia mencurigai bahwa upaya untuk menggunakan hak angket oleh DPR mungkin merupakan langkah awal dalam proses pemakzulan tersebut. Namun, Yusril menekankan bahwa proses pemakzulan harus dijalankan sesuai dengan ketentuan konstitusi dan memerlukan persetujuan dari MK. Dia mengingatkan bahwa proses pemakzulan merupakan proses yang panjang dan kompleks, yang jika tidak ditangani dengan hati-hati, dapat mengakibatkan kekacauan politik dan sosial yang serius.
Dalam pandangan Yusril, langkah yang terbaik untuk menyelesaikan perselisihan pemilihan umum adalah dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam konstitusi, yaitu melalui Mahkamah Konstitusi. Dia berpendapat bahwa langkah ini tidak hanya akan memastikan keadilan dalam penyelesaian perselisihan, tetapi juga akan memperkuat prinsip supremasi hukum dan ketatanegaraan di Indonesia. Yusril menekankan pentingnya menjaga stabilitas politik dan sosial negara dengan menghindari tindakan yang dapat memicu ketidakpastian dan konflik yang lebih besar.
Oleh karena itu, dalam menyikapi wacana penggunaan hak angket oleh DPR dalam menangani dugaan kecurangan pemilihan umum, Yusril mengajukan pertanyaan kritis tentang konsistensi dengan konstitusi dan potensi dampak negatifnya terhadap stabilitas dan kedamaian di Indonesia. Dia menyerukan kepada semua pihak untuk berpegang teguh pada prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum serta memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam menangani perselisihan pemilihan umum didasarkan pada prinsip keadilan dan kepatuhan terhadap konstitusi.