Polemik Larangan Jilbab di Paskibraka: Muhammadiyah Kritik BPIP
NEWSLIVE – Muhammadiyah mengecam larangan pemakaian jilbab bagi beberapa anggota putri Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024, dengan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap hak dasar warga negara dalam menjalankan ajaran agama. Insiden ini melibatkan 18 anggota putri Paskibraka Nasional 2024 yang dilaporkan melepas jilbab mereka saat pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Selasa (13/8/2024). Tindakan tersebut dilakukan atas dasar peraturan dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang mengklaim bahwa larangan tersebut sesuai dengan aturan yang ada dan telah disetujui melalui perjanjian di atas materai 10 ribu saat pendaftaran.
Maneger Nasution, Wakil Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pengurus Pusat Muhammadiyah, menyatakan bahwa hak beragama adalah hak dasar warga negara yang dijamin oleh Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurutnya, hak ini tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, sehingga alasan BPIP yang menyebut pelarangan tersebut sesuai dengan peraturan internal mereka dinilai cacat secara konstitusional.
Meski demikian, Maneger mengapresiasi permintaan maaf BPIP atas polemik ini. Namun, ia menegaskan bahwa kekeliruan dalam penerapan aturan tersebut harus tetap diusut secara serius. Permintaan maaf, menurutnya, tidak serta-merta menghapus potensi pelanggaran HAM yang mungkin terjadi.
Maneger juga mendesak agar Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dilibatkan untuk memastikan apakah benar ada pelanggaran HAM dalam kasus ini. Dia menekankan pentingnya pertanggungjawaban sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sebelumnya, Kepala BPIP Yudian Wahyudi telah meminta maaf atas insiden ini, menegaskan bahwa BPIP tidak memaksa anggota Paskibraka putri untuk melepas jilbab. Ia menjelaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan secara sukarela oleh para anggota sebagai bentuk kepatuhan terhadap peraturan yang ada. Yudian juga menegaskan bahwa anggota Paskibraka putri yang berjilbab hanya melepas jilbab mereka saat pengukuhan dan upacara kenegaraan, sementara di kesempatan lain mereka tetap diperbolehkan mengenakan jilbab. BPIP, tambahnya, menghormati hak kebebasan beragama terkait penggunaan jilbab tersebut.