Deflasi Empat Bulan Beruntun: Harga Pangan Turun, BPS Bantah Daya Beli Lemah
NEWSLIVE – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,03% (month to month/mtm) pada Agustus 2024. Fenomena deflasi ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga pangan bergejolak seperti bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras. Menariknya, ini menjadi deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut sejak Mei 2024.
Namun, BPS dengan tegas menolak anggapan bahwa deflasi ini merupakan tanda melemahnya daya beli masyarakat. Pudji, perwakilan BPS, menjelaskan bahwa deflasi ini lebih disebabkan oleh faktor penawaran (supply), terutama karena hasil panen beberapa komoditas tanaman pangan dan hortikultura yang melimpah. Selain itu, penurunan biaya produksi, seperti biaya pakan ternak livebird dan harga jagung pipilan, turut mendorong turunnya harga komoditas daging dan telur ayam ras.
“Deflasi ini lebih mencerminkan kondisi pasokan yang melimpah. Jika ada asumsi bahwa deflasi berdampak pada pendapatan masyarakat di subsektor tertentu, seperti hortikultura dan peternakan, kami perlu melakukan kajian lebih lanjut untuk membuktikannya,” kata Pudji dalam rilis BPS pada Senin (2/9/2024).
Baca Juga: Air Galon Jadi Penyebab Kelas Menengah RI Terkikis? Begini Tanggapan BPS
BPS juga menambahkan, jika benar terjadi tekanan pada daya beli masyarakat, maka dampaknya akan terlihat pada penurunan konsumsi barang non-pangan. Biasanya, rumah tangga akan mulai menahan pengeluaran untuk kebutuhan non-makanan jika daya beli tertekan.
Fenomena deflasi beruntun bukanlah hal baru bagi Indonesia. Sebelumnya, pada tahun 1999 setelah krisis finansial Asia, Indonesia mengalami deflasi selama tujuh bulan berturut-turut dari Maret hingga September. Deflasi saat itu dipicu oleh depresiasi nilai tukar dan penurunan harga barang-barang tertentu.
Meski demikian, BPS tetap optimis bahwa deflasi kali ini lebih mencerminkan keseimbangan pasar dan bukan indikator melemahnya ekonomi.