Dampak Pemangkasan Anggaran MBG : Kualitas Gizi di Ujung Tanduk
Pemangkasan anggaran Program Makanan Bergizi (MBG) menjadi Rp10.000 per porsi memunculkan kekhawatiran baru. Dengan nominal sekecil itu, mampukah program ini memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Indonesia? Di tengah perjuangan mengatasi masalah stunting dan ketimpangan akses pangan, kebijakan ini menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan.
Tantangan Distribusi dan Harga di Daerah Terpencil
Masalah utama yang muncul adalah disparitas harga bahan pokok antara Jawa dan luar Jawa. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Celios, menjelaskan bahwa daerah seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara menghadapi tantangan logistik yang kompleks.
“Biaya logistik dan distribusi di luar Jawa jauh lebih tinggi, sehingga alokasi Rp10.000 per porsi hampir mustahil mencukupi kebutuhan gizi anak-anak,” katanya.
Bhima menambahkan, beban lain seperti biaya pengawasan dan birokrasi semakin menyulitkan pengelolaan anggaran. Kondisi ini menciptakan jurang ketimpangan gizi yang dikhawatirkan semakin melebar, terutama di wilayah terpencil.
Untuk mengatasi masalah ini, Bhima menyarankan pemerintah memulai program dengan anggaran yang lebih realistis, yaitu Rp15.000 hingga Rp20.000 per porsi, fokus pada daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Data menunjukkan bahwa 44.282 sekolah dasar berada di wilayah-wilayah prioritas ini, mencakup sekitar 30% dari total SD di Indonesia. Dengan cara ini, dampak program dapat terasa nyata di daerah-daerah yang paling membutuhkan.
Kreativitas di Tengah Keterbatasan Anggaran
Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik Celios, mengusulkan pendekatan kreatif untuk mengatasi tantangan anggaran. Salah satu langkah strategis adalah membatasi penerima manfaat hanya pada anak-anak dari keluarga miskin atau wilayah dengan prevalensi stunting tinggi.
“Daripada menurunkan kualitas makanan, lebih baik fokus pada kelompok yang benar-benar membutuhkan,” tegasnya.
Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta menjadi opsi menarik. Produsen bahan pokok dan pengusaha makanan bisa dilibatkan untuk menyediakan bahan berkualitas dengan harga bersubsidi. Pengelolaan berbasis komunitas, seperti dapur umum yang melibatkan warga lokal, juga dapat memangkas biaya operasional sekaligus memperkuat rasa kebersamaan masyarakat.
Transparansi: Kunci Keberhasilan Program
Di tengah anggaran yang terbatas, efektivitas pengawasan menjadi sangat penting. Pemerintah perlu memastikan setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar sampai ke penerima manfaat. Pelaporan berbasis digital yang dapat diakses publik menjadi salah satu solusi untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Melangkah ke Depan: Program untuk Masa Depan Bangsa
Program MBG lebih dari sekadar angka dalam anggaran; ini adalah upaya nyata untuk menciptakan generasi yang sehat dan produktif. Di tengah berbagai keterbatasan, inovasi, kolaborasi, dan pengelolaan yang transparan adalah kunci untuk menjaga visi besar ini tetap hidup. Penurunan anggaran harus menjadi tantangan untuk berbuat lebih baik, bukan alasan untuk menyerah pada kualitas hidup anak-anak Indonesia.
- Ilustrasi Anak SD Menerima Program Makanan Bergizi Gratis