Doom Spending: Belanja Impulsif yang Membebani Keuangan dan Kesehatan Mental Generasi Z dan Milenial
Fenomena konsumsi belakangan ini semakin rumit, khususnya di kalangan Generasi Z dan milenial. Salah satu tren yang semakin populer adalah “doom spending”, yang merujuk pada perilaku belanja impulsif sebagai respons terhadap kecemasan atau stres.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Bankrate pada 2022 mengungkapkan bahwa sekitar 60% milenial mengaku berbelanja untuk mengatasi perasaan cemas atau depresi. Akses yang mudah ke platform e-commerce dan media sosial membuat generasi ini terjebak dalam siklus belanja yang tidak sehat, memperburuk beban keuangan mereka.
Doom spending tidak hanya berdampak pada kondisi keuangan pribadi, tetapi juga memperburuk masalah psikologis. Tekanan sosial dan ekonomi yang meningkat dapat memperburuk kondisi kesehatan mental. Oleh karena itu, memahami konsekuensi dari perilaku ini sangat penting untuk membantu Generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan serta mengatasi stres tanpa harus mengandalkan konsumsi.
Doom spending adalah kebiasaan belanja impulsif yang muncul ketika seseorang merasa stres, cemas, atau tidak pasti. Dalam menghadapi tekanan, banyak orang membeli barang atau jasa sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari masalah mereka, meskipun barang tersebut sebenarnya tidak diperlukan. Fenomena ini mencerminkan kecenderungan untuk mencari kepuasan instan lewat konsumsi, yang sering kali tidak direncanakan dan konsumtif.
Perilaku ini bisa dipicu oleh berbagai faktor emosional dan situasional, seperti ketidakpastian ekonomi, tekanan pekerjaan, atau masalah hubungan pribadi. Meskipun belanja memberikan kepuasan sesaat, sering kali berujung pada penyesalan, terutama ketika dampak jangka panjang terhadap keuangan pribadi mulai terasa.
Penyebab Doom Spending
Beberapa faktor yang memicu doom spending antara lain tekanan sosial, ketidakpastian ekonomi, dan pengaruh media sosial. Generasi Z dan milenial sering merasa terjebak dalam kehidupan yang cepat dan kompetitif, sehingga mereka mencari cara untuk meredakan stres. Dalam kondisi tersebut, belanja dapat menjadi solusi instan untuk mengatasi perasaan negatif.
Media sosial juga memainkan peran besar dalam perilaku ini, dengan banyak platform yang menampilkan gaya hidup mewah dan glamor. Hal ini dapat menimbulkan perasaan iri serta tekanan untuk mengikuti tren, mendorong individu untuk berbelanja demi menunjukkan status atau kepemilikan barang tertentu, meskipun akhirnya memperburuk kondisi keuangan mereka.
Dampak Negatif Doom Spending
Doom spending dapat menimbulkan dampak negatif baik dari sisi keuangan maupun psikologis. Secara finansial, belanja impulsif dapat menyebabkan hutang yang menumpuk dan kesulitan dalam mengatur anggaran bulanan. Ketika pengeluaran melebihi pemasukan, individu bisa terjebak dalam siklus utang yang sulit dihentikan, meningkatkan stres dan merusak kesehatan finansial secara keseluruhan.
Dari sisi psikologis, perilaku ini memperburuk masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Ketika belanja menjadi pelarian, individu mungkin merasa semakin tertekan saat menyadari masalah keuangan yang mereka hadapi. Ini menciptakan siklus di mana mereka terus berbelanja untuk mengatasi stres, yang pada akhirnya merusak kesejahteraan emosional dan kualitas hidup.
Meskipun stres tak dapat dihindari, penting untuk menemukan alternatif lain yang lebih sehat untuk meredakan tekanan. Demi kesehatan mental dan stabilitas keuangan di masa depan, doom spending tidak boleh dibiarkan berlanjut.
- Ilustrasi Belanja Online (Pixabay)