Kisah Hygeia, Air Minum Kemasan Pertama di Indonesia
SPOOTLIVE – Ekonom senior Bambang Brodjonegoro mengungkapkan bahwa salah satu penyebab turunnya kelas menengah di Indonesia bukan hanya karena dampak COVID-19 dan PHK, tetapi juga kebiasaan masyarakat yang tak lepas dari kebutuhan akan air minum dalam kemasan (AMDK). Menurutnya, pengeluaran rutin untuk air galon dan air botol secara signifikan menggerus pendapatan bulanan masyarakat.
Kebiasaan mengonsumsi air kemasan di Indonesia bukanlah hal baru. Sejarahnya bahkan dimulai pada masa kolonial Belanda dengan munculnya merek AMDK pertama, Hygeia. Ironisnya, jika sekarang konsumsi AMDK dianggap sebagai salah satu penyebab penurunan daya beli, dulu justru dianggap sebagai solusi krisis air bersih.
Baca Juga: Air Galon Jadi Penyebab Kelas Menengah RI Terkikis? Begini Tanggapan BPS
Sebelum Hygeia muncul, masyarakat Indonesia mengandalkan air rebusan untuk kebutuhan sehari-hari. Air diambil dari sumur atau sungai, kemudian direbus hingga mendidih untuk membunuh kuman. Kebiasaan ini muncul sejak abad ke-17, ketika warga Batavia (sekarang Jakarta) percaya bahwa air yang tidak dimasak mengandung “makhluk kecil” yang bisa menyebabkan penyakit. Hal ini membuat masyarakat, baik pribumi maupun Eropa, terbiasa merebus air sebagai cara terbaik untuk mendapatkan air bersih.
Namun, merebus air tidaklah praktis. Seperti yang diungkapkan oleh sejarawan Anthony Reid, proses ini memakan waktu dan membutuhkan bahan bakar, meskipun tetap menjadi satu-satunya pilihan untuk mendapatkan air yang aman.
Hingga akhirnya pada tahun 1901, seorang apoteker asal Belanda bernama Hendrik Freerk Tillema memutuskan untuk mendirikan pabrik air minum dalam kemasan pertama di Indonesia dengan merek Hygeia. Tillema yang memahami pentingnya air bersih bagi kesehatan masyarakat melihat peluang besar dalam bisnis ini. Dengan menggunakan promosi besar-besaran melalui koran dan selebaran, termasuk promosi unik dengan balon udara, Hygeia menjadi populer di kalangan masyarakat, terutama di kalangan elite pribumi dan orang Eropa.
Baca Juga: Deflasi Empat Bulan Beruntun: Harga Pangan Turun, BPS Bantah Daya Beli Lemah
Keberhasilan Hygeia tak hanya membuat Tillema menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia, tetapi juga membawa dampak positif bagi kesehatan masyarakat. Di Semarang, misalnya, konsumsi Hygeia membantu menurunkan kasus malaria. Inovasinya membawa perubahan signifikan dalam gaya hidup masyarakat yang lebih sehat, meskipun hanya segelintir orang yang mampu membeli air kemasan saat itu.
Sayangnya, popularitas Hygeia meredup setelah Indonesia merdeka, namun dampaknya tetap terasa. Sejarah Hygeia menjadi inspirasi bagi banyak pengusaha yang kemudian meluncurkan merek AMDK lain di Indonesia. Kini, kebiasaan minum air kemasan sudah mendarah daging, meski beberapa pihak melihatnya sebagai beban pengeluaran yang memengaruhi kesejahteraan masyarakat.
1 Comment
KingKoi88 anjing kau